Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) merupakan lembaga yang bergerak untuk memberdayakan sumber daya warga NU khususnya dan warga masyarakat pada umumnya.
Lakpesdam juga merupakan salah satu ikhtiar NU untuk mengawal deklarasi “Kembali ke Khittah 1926” seperti diputuskan dalam Muktamar ke-27 di Situbondo tahun 1984. Lembaga ini berdiri atas ide Abdurrahman Wahid dan dibidani oleh Fahmi D. Syaifuddin yang waktu itu menjabat sebagai salah seorang ketua PBNU.
Dalam sebuah kesempatan, Gus Dur mengatakan bahwa Lakpesdam dibentuk PBNU dengan misi awal mencetak orang-orang agar program NU berfungsi dengan baik. Lakpesdam diharapkan mampu menciptakan manusia yang layak dikemudian hari dnegan membuat pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan tenaga-tenaga NU.
Tanggal 6 April 1985, Lakpesdam mendapat SK sebagai Lajnah Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia dengan ketua Abdullah Syarwani dengan posisi sebagai lajnah. Tugas awal yang diembannya adalah pelaksanaan ad hoc untuk mengawal tugas-tugas PBNU yang perlu ditangani secara khusus dalam bidang pengembangan SDM.
Sebagai lembaga baru, Lakpesdam mengalami pasang surut bahkan vakum. Karena itu, PBNU turun tangan dengan membentuk tim asistensi PBNU. Upaya ini berhasil dan dalam perkembangan selanjutnya, sejumlah daerah ingin membentuk Lakpesdam seiring operasionalisasi program Lakpesdam yang dirasakan manfaatnya.
Pada Muktamar Cipasung (1994), statusnya berubah dari lajnah menjadi Lembaga. Hal ini semakin memudahkan permbentukan dan pertumbuhannya di wilayah dan cabang NU. Sekarang, Lakpesdam ada di hampir seluruh wilayah dan cabang NU.
Tugas yang diemban juga semakin berat untuk mendominasi organ ke-NU-an di lajnah, lembaga, dan badan otonomnya dalam upaya mengefektifkan organisasi dan mengukuhkan Khittah Nahdliyah. Tugas sosialisasi pemasyarakatan khittah menjadi agenda utama dan pertama yang merupakan tugas yang sangat berat, banyak pengurus yang setengah hati melepaskan diri dari dunia politik.
Karena itu, Lakpesdam diandaikan sebagai lokomotif agar gerbong-gerbong NU, baik lajnah, lembaga atau badan otonom bergerak sesuai agenda besar NU, Lakpesdam bertugas melakukan pembenahan ke dalam tanpa menutup ruang untuk membuat terobosan keluar. Tahun 1999 merupakan masa keemasan Lakpesdam baik secara struktural maupun gerakan kulturalnya. Sebagai SDM NU, Lakpesdam mampu memberikan kontribusi luar biasa dalam Muktamar Lirboyo, menjaid penggerak komunitas NU yang tidak terjebak dengan permainan catur politik praktis selama muktamar.
Tahun 1988-1990, di daerah terdapat dua cabang Lakpesdam yang disebut Balai Latihan Pengembangan Masyarakat (BLPM-Lakpesdam) yaitu di Surabaya dan Ujung Pandang.
Beberapa proyek rintisan awal berupa peternakan itik di Karanganyar (Purbalingga), peternakan lele di Jakarta Utaram dan penggemukan sapi di Gunung Kidul. Di lingkungan internal NU, Lakpesdam melaksanakan program Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK) dan pengkaderan melalui Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen NU (LKM-NU), latihan pelatih untuk pengembangan SDM, latihan motivator untuk pengembangan masyarakat, dan lainnya.
Program alin yang menjadi kebanggaan dan berlangsung sampai sekarang adalah program dokumentasi dan infromasi NU dalam bentuk perpustakaan yang awalnya menyatu dengan kantor Lakpesdam NU kini sudah pindah ke gedung PBNU lt. 2.
Program PPWK merupakan salah satu program penting yang dilakukan Lakpesdam NU dalam upaya pemberdayaan internal NU. Program ini dimaksudkan bagi para kiai muda agar memiliki kepekaan sosial yang tinggi, mampu merumuskan masalah masyarakatnya, bisa mencari pemecahan dana, memberikan pemahaman keislaman secara komprehensif, peka terhadap realitas sosial serta mampu menjawab tantangan zaman.
Para peserta ini selanjutnya melakukan halaqah di tempatnya masing-masing, banyak peserta PPWK ini yang kemudian menjadi pemimpin NU di tingkatnya masing-masing. Dalam pemberdayaan masyarakat, Lakpesdam tidak secara langsung berdiskusi dengan masyarakat, tetapi memfungsikan pihak lain yang dekat dengan masyarakat seperti kiai dan lembaga pesantren.
Pekerjaan ini mengasumsikan kemitraan antara LSM dengan masyarakat dan diharapkan membantu dalam pengambilan keputusan dan penerapannya. Dalam konteks ini, peran Lakpesdam lebih sebagai fasilitator daripada pelaku. Kerja sama dengan Funding agency pertama kali dilakukan antara tahun 1986-1987 dengan The Asia Foundation, LIPIA, Bina Desa, Yayasan Desaku Maju, AHI (Asian Health Institute) Jepang, dan FKP KMI (Forum Kerja sama Pengembangan Kesehatan Masyarakat Indonesia) dalam berbagai bentuk seperti lokakarya, seminar, dan pelatihan yang berlokasi di Jawa maupun luar Jawa. Demikian pula terdapat kerja sama dengan UNDP dan WHO. (Ensiklopedia NU)
Tugas yang diemban juga semakin berat untuk mendominasi organ ke-NU-an di lajnah, lembaga, dan badan otonomnya dalam upaya mengefektifkan organisasi dan mengukuhkan Khittah Nahdliyah. Tugas sosialisasi pemasyarakatan khittah menjadi agenda utama dan pertama yang merupakan tugas yang sangat berat, banyak pengurus yang setengah hati melepaskan diri dari dunia politik. Karena itu, Lakpesdam diandaikan sebagai lokomotif agar gerbong-gerbong NU, baik lajnah, lembaga atau badan otonom bergerak sesuai agenda besar NU, Lakpesdam bertugas melakukan pembenahan ke dalam tanpa menutup ruang untuk membuat terobosan keluar. Tahun 1999 merupakan masa keemasan Lakpesdam baik secara struktural maupun gerakan kulturalnya. Sebagai SDM NU, Lakpesdam mampu memberikan kontribusi luar biasa dalam Muktamar Lirboyo, menjaid penggerak komunitas NU yang tidak terjebak dengan permainan catur politik praktis selama muktamar. Tahun 1988-1990, di daerah terdapat dua cabang Lakpesdam yang disebut Balai Latihan Pengembangan Masyarakat (BLPM-Lakpesdam) yaitu di Surabaya dan Ujung Pandang. Beberapa proyek rintisan awal berupa peternakan itik di Karanganyar (Purbalingga), peternakan lele di Jakarta Utaram dan penggemukan sapi di Gunung Kidul. Di lingkungan internal NU, Lakpesdam melaksanakan program Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK) dan pengkaderan melalui Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen NU (LKM-NU), latihan pelatih untuk pengembangan SDM, latihan motivator untuk pengembangan masyarakat, dan lainnya.
Tanggal 6 April 1985, Lakpesdam mendapat SK sebagai Lajnah Kajian Pengembangan Sumber Daya Manusia dengan ketua Abdullah Syarwani dengan posisi sebagai lajnah. Tugas awal yang diembannya adalah pelaksanaan ad hoc untuk mengawal tugas-tugas PBNU yang perlu ditangani secara khusus dalam bidang pengembangan SDM. Sebagai lembaga baru, Lakpesdam mengalami pasang surut bahkan vakum. Karena itu, PBNU turun tangan dengan membentuk tim asistensi PBNU. Upaya ini berhasil dan dalam perkembangan selanjutnya, sejumlah daerah ingin membentuk Lakpesdam seiring operasionalisasi program Lakpesdam yang dirasakan manfaatnya. Pada Muktamar Cipasung (1994), statusnya berubah dari lajnah menjadi Lembaga. Hal ini semakin memudahkan permbentukan dan pertumbuhannya di wilayah dan cabang NU. Sekarang, Lakpesdam ada di hampir seluruh wilayah dan cabang NU.