Lakpesdam PBNU Terima Kunjungan Praktikum Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati

Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) menerima kunjungan dari mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Bandung prodi Sejarah Peradaban Islam (SPI). Kunjungan ini langsung diterima oleh Ketua Lakpesdam PBNU, KH Ulil Abshar Abdalla dan juga Ketua Perpustakaan PBNU, KH Syatiri Ahmad, Rabu (21/6/2023) di gedung PBNU lantai 5.

Menurut Dosen Prodi Sejarah Peradaban Islam (SPI) UIN Sunan Gunung Djati, Dina Marliana, kunjungan kali ini dalam rangka praktikum mahasiswa semester IV untuk mendalami peradaban Islam.

“Jadi selain ke PBNU kita juga ke beberapa instansi lain, di antaranya ICMI dan Paramadina, yang ke PBNU ada 36 mahasiswa dari total 180 mahasiswa yang turut serta,” ujarnya.

Saat menjamu rombongan dosen dan mahasiswa, Ketua Lakpesdam PBNU, Gus Ulil menjelaskan terkait PBNU secara umum dan juga lembaga yang ada di dalamnya, termasuk soal Kantor PBNU yang meski tak mewah dan megah, tapi bersejarah.

Menurutnya, di Gedung PBNU ada Perpustakaan Lakpesdam yang kini beralih jadi Perpustakaan PBNU yang meski kecil tapi menyimpan dokumen-dokumen primer mengenai sejarah NU.

“Kantor PBNU juga tidak mewah, tapi dulu kiai-kiai besar mulai KH Wahid Hasyim, KH Wahab Hasbullah, KH Ali Maksum, KH Bisri Syansuri, Kiai Sahal Mahfudz, Kiai Ma’ruf Amin, Kiai Ilyas Ruhiyat, mereka nongkrongnya di sini (Kantor PBNU), dan juga Gus Dur, baik ketika jadi Presiden, maupun setelah jadi Presiden istirahatnya di sini, di lantai dasar PBNU, dan sampai sekarang ruangnya tetap dirawat, namanya Pojok Gus Dur. Jadi meski kantornya kecil, tapi sejarahnya besar, jangan dilihat bungkusnya, Kantor PBNU tidak mewah, tidak besar tapi isinya luar biasa,” jelasnya.

Sementara itu, lebih detail Ketua Perpustakaan PBNU, KH Syatiri Ahmad memaparkan terkait sejarah Kantor PBNU yang sejak awal berdirinya berpindah-pindah hingga akhirnya tahun 1950 an diboyong ke Jakarta.

“Awalnya di Surabaya, di Jalan Bubutan, kemudian karena kerawanan yang terjadi saat agresi militer Belanda, dipindahlah ke Pasuruan, kemudian karena agresi yang semakin meluas, berpindah ke Madiun lalu menyusul terjadinya pemberontakan PKI/FDR di Madiun ditambah dengan Agresi Militer Belanda kedua, PBNU memindahkan kantornya kembali ke Surabaya,” kisahnya.

Baru tahun 1950 an kantor pusat NU berpindah ke Jakarta. Alasannya, selain faktor Jakarta sebagai ibu kota, menurut KH Saifuddin Zuhri, hal ini juga dikarenakan banyaknya tokoh-tokoh PBNU yang berjuang (menjadi menteri dan lain sebagainya) di Jakarta.

Terlihat, para mahasiswa dan civitas akademika UIN Sunan Gunung Djati tampak antusias mendengarkan pemaparan terkait sejarah NU dan juga tentang sejarah pesantren di Nusantara yang memiliki khazanah peradaban yang luar biasa.

Bagikan